Sejarah Asal Usul Nama Kota Sorong Sebelum Adanya Suku-suku Pendatang di bumi Malamoi
MALADUM NAMA ASLI DARI KOTA SORONG
Penulis : Septer Fritz
Surabaya 1-5-2018
Maladum adalah nama asli dari kota Sorong menurut Suku Moi, sejak pada zaman dahulu, nenek moyan Suku Moi suda menyebut tempat atau Kota Sorong dengan istilah bahasa Moi, MALADUM. Maladum
terdiri dari dua kosa kata MALA ( tempat, gunung atau dataran luas) dan DUM, dum adalah sejenis tumbuhan yang menyerupai lengkuas hutan, dalam bahasa Moi biasa di sebut DUMLAS. Di daratan Maladum kususnya daerah Sorpus, Pantai Manoi atau yang lebih dikenal dengan pelabuhan usaha mina, Dofior sampai Pulau Dum (doom) banyak di tumbuhi DUMLAS. Karena tempat itu banyak di tumbuhi Dumlas maka Suku Moi menyebut tempat itu menjadi MALADUM tempat yang di tumbuhi dumlas.
Kota Sorong Tempo Dulu |
terdiri dari dua kosa kata MALA ( tempat, gunung atau dataran luas) dan DUM, dum adalah sejenis tumbuhan yang menyerupai lengkuas hutan, dalam bahasa Moi biasa di sebut DUMLAS. Di daratan Maladum kususnya daerah Sorpus, Pantai Manoi atau yang lebih dikenal dengan pelabuhan usaha mina, Dofior sampai Pulau Dum (doom) banyak di tumbuhi DUMLAS. Karena tempat itu banyak di tumbuhi Dumlas maka Suku Moi menyebut tempat itu menjadi MALADUM tempat yang di tumbuhi dumlas.
Maladum juga di kenal dengan sebutan Kota Minyak, seperti di kutip dari lirik lagu GRUP PUTUM WORONAI salah satu grup music orginal Suku Moi, di dalam lirik lagunya Pau Maladum Pausan Minik yang artinya (ditempat ini di temukan minyak). Di mana Nederlands Nieuw-Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM) mulai melakukan aktivitas pengeboran minyak bumi, di bumi Malamoi (Sorong sejak tahun 1935.
Kota Sorong sampai hari ini di kalangan masyarakat Suku Moi itu sendiri masih disebut Maladum. Masyarakat Moi
yang berada di kampung-kampung ketika mau pergi ke kota, mereka masih menyebut Maladum dengan istilah bunyi bahaa dialek Moi “ Tusioo mladum” (saya ke maladum). Percakapan ini sering terjadi di kalangan masyarakat Suku Moi itu sendiri ketika mau pergi ke Kota Sorong.
yang berada di kampung-kampung ketika mau pergi ke kota, mereka masih menyebut Maladum dengan istilah bunyi bahaa dialek Moi “ Tusioo mladum” (saya ke maladum). Percakapan ini sering terjadi di kalangan masyarakat Suku Moi itu sendiri ketika mau pergi ke Kota Sorong.
Kata Sorong di kenal Ketika Suku Biak Numfor yang berlayar pada zaman dahulu dengan perahu-perahu layar dari satu pulau ke pulau lain hingga tiba di daratan Malamoi. Tanah Malamoi terkenal dengan laut yang dalam dan bergelombang, Suku Biak Numfor lalu menyebut tempat itu dengan sebutan Sorong. Sorong dalam bahasa Biak Numfor yang berarti laut yang dalam dan bergelombang. Suku Moi merupakan Suku yang ramah dan bersahabat mereka menyambut Suku Biak Numfor di Wilayah Malamoi, dengan baik tampa ada perlawanan perang Suku, lalu Suku Biak Numfor Karena melihat pesisir Pantai dan Pulau-pulau di wilayah Malamoi tidak berpenghuni lalu mereka mulai menetap di Kepulauan Raja Ampat dan sebagianya tingal bersama Suku Moi di pesisir-pesisir pantai saoka, tanjung kasuari ,pulau Dum (doom) dan Tambrauw.
Malamoi merupakan tanah yang kaya akan sumberdaya alam dan sangatlah strategis karena merupakan pintu keluar masuk Perdagangan di wilayah Papua, maka para pedagang Tionghoa, misionaris clad Eropa, Maluku dan Sangihe Talaut berlayar ke Papua dan Pertama kali Masuk di Eges Malamoi mereka singa di Pulau Dum (doom). Pulau Dum di jadikan pusat pemerintahan pada masa Hindia Belanda Sekitart ahun 1935. Para pedagang Tionghoa, misionaris clad Eropa, Maluku dan Sangihe Talaut Pertama kali bertemu dengan Suku Biak Numfor yang pada waktu itu tingal di pulau dan pesisir-pesisir pantai Malamoi, Suku Biak Numfor yang pertama kali mulai mengenalkan nama soren kepada pedagang Tionghoa, misionaris clad Eropa, Maluku dan Sangihe Talaut dengan sebutan Soren. Lalu Kata Soren ini kemudian dilafalkan oleh para pedagang Tionghoa, misionaris clad Eropa, Maluku dan Sangihe Talaut dengan sebutan Sorong. Hinga hari ini dikenal masyarakat umum Indonesia dalam sebutang KOTA SORONG.
Saya sebagi Penulis Saya Berharap nama MALADUM biasa di pakai kembali untuk menhargai hak ulayat, Suku Moi. Nama MALADUM yang sudah diberikan atau disebut leluhur Suku Moi itu adalah edintitas kami sebagi Suku Moi. Ketika orang mengenal bahasa kita maka orang pasti akan tahu itu Suku Moi. Saya sebagi Penulis Saya Berharap nama MALADUM biasa di pakai. Saya merasa hak-hak kami sebagi suku asli Malamoi tidak di hargai, Seakan Kota dan tanah ini tampa pemilik. Nama yang suda di sebut leluhur merupakan jatidiri kami sebagai Suku asli kota Sorong. Jangan biarkan orang lain datan membawa hak kami dan meruba sejarah kita.
saya menulis ini berdasarkan pemahaman saya dan cerita-cerita yang saya dengar sejak kecil di lingkungan masyarakat Moi bila penulisan ini salah atau kurang jelas, penulis minta masukan dan pendapat dari Nemoi yang betul-betul paham akan sejarah suku Moi.
No comments:
Post a Comment