Apa sih yang tidak membuatnya marah? “Hampir tidak ada”
Semua hal bisa dengan mudah membuatnya marah. Sungguh menyebalkan, padahal dia tinggal menyisihkan sedikit saja waktunya di tengah kesibukan yang mencekik lehernya, aku hanya ingin mendengar saja suaranya, tidak sama sekali berniat menganggu atau merusak konsentrasi kerjanya.
dia : “Butuh berapa lama buat kamu angkat telpon aku?“ aku : “Sori, baru saja hp ku mati, baterainya habis ini lagi di-charge”
akhirnya dia telpon aku, setelah 5 kali sms dariku tidak dibalasnya, 2 telponku tidak dijawabnya, dan 3 hari kita tidak bertemu
dia : “ Alasan banget, bilang aja kamu ga mau angkat telponku” aku : “ Kenapa sih kamu, kamu yang pergi, kamu yang tidak pernah kasih kabar, sekarang kamu yang marah-marah?” dia : “ Ya udah aku lagi sibuk, nanti saja” (artinya dia tidak lagi berminat bicara denganku)
Tuuut..tuut..tut telpon dimatikan
Braaak! Kubanting telpon genggam itu, melampiaskan kemarahanku pada laki-laki itu, pura-pura sibuk udah jadi kebiasaan buruknya, alasan yang berkali-kali dikatakannya padaku, dan aku benci kadang alasannya juga benar
Rumah tangga kami belum begitu lama berdiri, masih membangun pondasi satu-satu, mencoba mengikis lumut-lumut dan karak kebiasaan buruk yang kadang masih melekat dalam diri kami masing-masing sebagai individu yang berbeda
Tapi apa esensi dari sebuah kemarahan, kemarahan sia-sia dengan saling menjauh dan mendiamkan salah satu pihak, dengan memilih berpisah dulu, tidak bertemu, dan tidak berkomunikasi, apakah itu menyelesaikan masalah
Mengapa cuma aku yang ingin berbaikan denganmu, mengapa kamu ingin pergi, menyendiri dan entah memikirkan apa, mengapa kita tidak bisa kita berpelukan dan melupakan pertengkaran ini*memasang kembali sim-card dan baterai yang copot dari telpon genggamku, berniat sms dia lagi, minta dia kembali ke rumah lagi, dan berjanji tidak akan cengeng atau bawel lagi meminta waktumu terlalu banyak untuk memperhatikanku
No comments:
Post a Comment